Oleh :
Ari Fauzi Sabani
Masyarakat Indonesia terutama dari
suku sunda pasti sudah tidak asing lagi dengan yang namanya lalapan. Pelengkap
yang berasal dari berbagai sayuran ini menyerupai salad yang terkenal sebagai
makanan orang barat. Perbedaannya salad dikonsumsi dengan saus (dressing),
sedangkan lalapan biasa disantap bersama nasi hangat, lauk, dan sambel terasi. Sayuran
yang biasa dijadikan sebagai lalapan diantaranya daun kemangi, daun singkong,
mentimun, kol, terong bulat, daun singkong, labu siam, pare, wortel, selada,
daun bayam dan sebagainya. Seperti telah diketahui, mengkonsumsi sayuran merupakan
hal penting yang harus dilakukan manusia agar tetap sehat. Sayuran pada
dasarnya banyak mengandung mineral, serat, vitamin, dan antioksidan yang
dibutuhkan oleh manusia, seperti halnya wortel yang banyak mengandung
karotenoid, atau daun bayam yang
merupakan sumber vitamin E, dan zat besi. Berdasarkan hal tersebut, Apakah benar lalapan merupakan makanan sehat?
Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari beberapa
aspek, diantaranya aspek kelezatan (cita rasa dan flavour), kandungan zat gizi
dalam makanan dan aspek kesehatan masyarakat. Makanan yang menarik, nikmat dan
tinggi gizinya menjadi tidak berarti sama sekali jika tidak aman untuk dikonsumsi.
Hal ini dapat disebabkan karena makanan bertindak sebagai perantara atau
substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab
penyakit. Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan memegang peranan penting
dalam pembentukan senyawa yang memproduksi bau tidak enak dan menyebabkan makanan
tidak layak makan. Beberapa mikroorganisme yang mengontaminasi makanan dapat
membahayakan bagi yang mengkonsumsinya. Makananan yang aman adalah yang tidak
tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia
berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat
gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Karena
itu kualitas makanan baik secara bakteriologi, kimia dan fisik harus selalu
diperhatikan. Kualitas dari produk pangan untuk dikonsumsi manusia pada
dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme
Lalapan berasal dari
sayuran, sehingga sudah tidak diragukan lagi bahwa lalapan memiliki zat gizi
sesuai jenis lalapannya. Sayuran lalapan biasa dikonsumsi secara mentah, karena
dilihat dari tekstur dan organoleptiknya lalapan ini memungkinkan untuk
dikonsumsi secara mentah. Karena dikonsumsi secara mentah zat gizi yang
terkandung pada lalapan tidak mengalami perubahan. Namun hal tersebut menimbulkan
konsekuensi dan resiko kontaminasi mikroba patogen dan senyawa kimia beracun
pada lalapan yang kita konsumsi.
Menurut
Prof.Dr.Ir.MadeAstawan (ahli teknologi
pangan dan gizi IPB) faktor-faktor yang perlu dicurigai dalam mengonsumsi
lalapan mentah adalah residu pestisida akibat pencucian yang tidak sempurna,
pasalnya beberapa zat kimia dalam pestisida tidak bisa hilang meski dicuci.
Kontaminasi mikroba patogen yang menimbulkan penyakit seperti penyakit tifus
oleh bakteri Salmonella typhi, disentri
oleh Shigella dysentriae, kolera oleh Vibrio cholerae, tuberkulosis oleh Mycobacterium, dan
Eschericia coli yang dapat
menimbulkan diare. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi dari
air pencuci dari sumber yang tercemar atau penggunaan humus yang berasal dari
kotoran hewan karena sebagian besar sayuran merupakan tanaman pendek yang
jaraknya sangat dekat dengan tanah.
Sebuah penelitian menunjukan bahwa
sebanyak 4% dari seluruh sampel selada segar dari berbagai pasar tradisional di
Bogor yang diuji teridentifikasi terkontaminasi Salmonella (Agustin
2004). Adanya Salmonella tersebut diperkirakan karena terjadinya
kontaminasi feses manusia dan hewan saat pra panen sampai rentang waktu
penjualan. Penelitian lain menunjukan bahwa berdasarkan kandungan bakteri E. Coli pada sayuran lalapan di
pasar tradisional, supermarket dan restoran di Kota Medan pada sampel kemangi yang
diuji seluruhnya memenuhi syarat kesehatan, sampel kol dan selada seluruhnya
tidak memenuhi syarat kesehatan, sedangkan sampel terong dari pasar tradisional tidak memenuhi syarat kesehatan
(Flroensi et al. 2012)
Berdasarkan uraian diatas, dari segi
kandungannya lalapan merupakan makanan yang sehat, namun hal tersebut akan
menjadi percuma apabila penanganan pra-konsumsi untuk menghilangkan bahaya dari
mikroba-mikroba patogen dan senyawa beracun pada lalapan tidak dilakukan dengan
benar dan higyenis. Hal yang dapat dilakukan sebelum mengonsumsi mentah sayuran
lalapan untuk menghilangkan kontaminasi
dari mikroba dan senyawa kimia berbahaya yaitu pencucian dengan air yang
mengalir yang tidak tercemar, pencucian dengan air asam (cuka, air lemon, air
jeruk nipis) atau dicuci dengan larutan Kalium Permanganat 0,02% kemudian
dibilas dengan air matang yang sudah dingin.
Konsumsi lalapan matang pun lebih
disarankan karena dinilai lebih aman meskipun dimungkinkan terdapat beberapa
zat gizi dalam lalapan yang hilang atau rusak akibat proses pemasakannya. Pemasakan
sayuran untuk lalapan harus dilakukan sedemikian rupa agar teksturnya tidak
hancur. Pemasakan sebaiknya dilakukan dengan teknik blansir, yaitu pelunakan
bahan dengan cara pencelupan beberapa saat (sekitar 5 menit) pada suhu air
mendidih, yang kemudian segera disiram dengan air dingin (matang) agar
pemanasan tidak berlanjut. Pemasakan dengan teknik blansir ini dinilai
mampu meminimalisir kerusakan zat gizi pada lalapan, membunuh mikroba patogen,
mengubah senyawa komplek menjadi sederhana sehingga mudah dicerna,
menginaktifkan senyawa alami beracun, dan menguraikan residu pestisida agar
tidak berbahaya bagi tubuh manusia.
Pustaka
Agustin D. 2004. Prevalensi Salmonella
pada Selada Segar di Pasar Tradisional Daerah Bogor dan Evalusai Prosedur
Pengujiannya [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Florensi et al. 2012. Pemeriksaan
E. Coli dan larva cacing pada sayuran lalapan kemangi, kol, selada, terong yang dijual di pasar
tradisional, supermarket, dan restoran di Kota Medan [Laporan Penelitian].
Medan (ID) : Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara