Oleh : Ari Fauzi Sabani
Inilah potret minggu pagi di sekitar kampus pertanian yang paling
tersohor di Indonesia. Realita ini menguak dua sudut pandang yang berbeda.
Sudut pandang pertama akan menghantarkan citra IPB sebagai kampus yang
memasyarakat karena memberikan kesempatan kepada masyarakat umum untuk
menikmati sebagian fasilitas yang ada di kampus seperti Gladiator, sekitaran
GWW. Sudut pandang yang kedua datang dari para mahasiswa IPB, sebagian merasa
risih dengan banyaknya masyarakat yang berlalu lalang disekitaran kampus. Saya
pun mempunyai potret jelek terhadap realita ini, bukan pemakaian tempat yang
dipermasalahkan atau saya melarang masyarakat untuk masuk kampus IPB, tapi rasa
tanggungjawab masyarakat terhadap pemakaian fasilitas tersebutlah yang sangat
saya permasalahkan.
Saya selalu waswas dan riskan ketika hari minggu tiba, hipotesisnya
pada hari itu kampus pertanian yang saya cintai ini akan dihiasi oleh
sampah-sampah mencolok dengan bau yang menyengat, dan potret remaja yang
berpacaran di tempat sepi sekitaran kampus. Dan hipotesis itupun jelas selalu terbukti
setiap minggunya. Ini sangat bertolak belakang dengan visi misi IPB yang
bercita-cita menjadi “World Class Univesity” yang tentu memperhitungkan aspek
kebersihan, dan potret lingkungan serta sosial yang terjadi di kampus.
Apabila kita kaitkan dengan fenomena menjamurnya pamflet dan baliho
kampanye para calon presiden dan wakil presiden mahasiswa, maka menurut
pandangan saya permasalahan ini perlu diusung oleh para calon tersebut.
Begitupun dengan akan segera digulirkannya pemilihan rektor baru Institut
Pertanian Bogor, permasalahan ini perlu dijadikan pekerjaan rumah bagi siapa saja
yang ingin menjadi rektor. Yang perlu dilakukan adalah pengontrolan dan pengawasan
terhadap pemakaian fasilitas serta pembinaan terhadap masyarakat agar sadar dan
mampu bertanggungjawab.