Oleh : Ari Fauzi Sabani
Kebanyakan masyarakat Indonesia masih mengalami masalah defisiensi
gizi mikro. Defisiensi ini bahkan bukan
hanya terjadi pada masyarakat miskin saja, masyarakat menegah ke atas pun
sebagian masih mengalaminya. Salahsatu masalah defisiensi gizi mikro yang yang
utama dihadapi ini adalah kekurangan vitamin A. Padahal, manfaat vitamin A bagi tubuh bukan hanya
untuk kebaikan atau kesehatan mata. Vitamin A juga bermanfaat untuk imunitas,
menurunkan kesakitan kematian, faktor pertumbuhan, dan juga sebagai antioksidan
(pencegah kanker). Vitamin A banyak terdapat pada makanan-makanan yang harganya
mahal seperti pada daging, susu, dan seafood yang kurang dapat dijangkau oleh
masyarakat kebanyakan. Meskipun vitamin A ada pada buah dan sayuran, tetapi
jumlah yang dikonsumsinya harus banyak. Beberapa solusi yang dapat yang dapat
dilakukan untuk penanggulangan kekurangan vitamin A adalah diversifikasi
pangan, suplementasi vitamin A dosis tinggi dan fortifikasi pangan. Pemberian
suplemen atau kapsul vitamin A masih tergolong mahal bagi masyarakat, sehingga solusi
yang paling efektif dan efisien yang dapat digunakan adalah fortifikasi vitamin
A.
Fortifikasi pangan merupakan salah satu teknologi penambahan zat
gizi tertentu pada produk pangan, yang umumnya bertujuan untuk intervensi
pangan. Teknologi fortifikasi ialah penambahan zat gizi dalam jumlah yang cukup
pada suatu produk pangan, sedemikian rupa sehingga produk tersebut dapat
berfungsi sebagai sumber yang baik bagi zat gizi yang ditambah, bagi masyarakat
target yang telah ditentukan (Purwiyatno 2011).
Permasalahan pada fortifikasi vitamin A adalah mencari wahana atau
“vehicle” atau pasangan yang tepat untuk dijadikan objek fortifikasi vitamin A.
Kandidat bahan pangan yang dapat digunakan untuk fortifikasi saat ini adalah
minyak goreng. Beberapa alasan yang membuat minyak goreng potensial sebagai
kendaraan fortifikasi vitamin A adalah karena minyak goreng merupakan komoditas
kedua setelah beras yang dikonsumsi oleh lebih dari 90% penduduk Indonesia,
konsumsi minyak goreng per kapita yang mencapai lebih dari 23 gram (lebih dari
10 gram jumlah minimum untuk fortifikasi), rumah tangga rata-rata menggunakan 1-3
kali minyak goreng untuk penggorengan. Stabilitas vitamin A selama penyimpanan
dan penggorengan juga telah teruji (retensi selama penggorengan tinggi), dan
dibuktikan dengan berbagai penelitian bahwa konsumsi minyak goreng
berfortifikasi vitamin A terbukti mampu meningkatkan status vitamin A anak usia
sekolah.
Minyak goreng yang ditambahkan vitamin A adalah minyak goreng yang
diperoleh dari kelapa sawit. Minyak goreng yang diproduksi industri sebetulnya
sudah mengandung betakaroten atau pro vitamin A yang jika dimasak akan berubah
menjadi vitamin A. Akan tetapi minyak goreng berwarna merah tidak laku di
pasaran. Konsumen lebih menyukai dan menginginkan minyak goreng yang jernih.
Akibatnya produsen menjalankan proses penjernihan yang menghilangkan kandungan
betakaroten. Untuk itu, minyak goreng kelapa sawit perlu ditambahkan lagi
vitamin A.
Fortifikasi minyak goreng tidak berbahaya dan tidak akan
menyebabkan keracunan karena bentuknya berupa liquid (cairan) serta sudah
disesuaikan dengan standar yang berlaku. Dosis fortifikasi vitamin A pada
minyak goreng sudah diperhitungkan secara internasional, yakni sekitar 15
(ppm), atau misalnya dalam 8 ton minyak hanya diperbolehkan mengandung 0,5 Kg
Vit A.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar