Sabtu, 29 September 2012

Asrama BerGangnam Style


Kini, siapa yang tak kenal Gangnam Style? Tarian yang dipopulerkan oleh PSY (Park Jae-sang) berupa gerakan seperti menunggangi kuda ini sedang mendunia dan videonya menjadi video youtube terpopuler saat ini. Fenomena ini menjamur dimana-mana, dari anak-anak sampai yang sudah tua tak segan untuk melakukan gerakan uniknya. Bahkan Britney Spears dan Siti Nurhaliza sangat mengidolakannya. Di sana-sini orang asyik membicarakannya, terlebih di sosial media. Tak terkecuali dengan para penghuni asrama TPB IPB yang memang berisikan anak-anak muda yang selalu ingin menjadi bagian dari trend dunia, gangnam style telah menjadi pemandangan biasa di setiap sudut asrama. Di pagi hari, tarian & lagu tersebut seakan-akan menjadi sarapan penyemangat dalam rangka menyongsong padatnya perkuliahan.

“Setiap pagi saya menyanyi dan menari gangnam style biar semangat, terus itung-itung olahraga juga,” tutur Imam Perdana penghuni asrama C1 kamar 97, Sabtu (29/09)

Untuk melakukan Gangnam style memang membutuhkan gerakan dari hampir seluruh anggota tubuh, sehingga tak jarang para penghuni asrama berkeringat setelah melakukan gerakan ini. “Gerakannya lumayan bikin sehat dan fun” tutur Hasrul. Selain itu, ada beberapa penghuni asrama yang menjadikan lagu Gangnam Style sebagai nada dering alarm, menurut mereka dengan nada alarm itu mereka menjadi lebih mudah untuk bangun pagi.

Oleh : Ari Fauzi Sabani

Minggu, 16 September 2012

Peran Mahasiswa Dalam Rangka Mempertahankan Eksistensi Kebudayaan Nasional sebagai Identitas Bangsa di era Globalisasi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah
Tidak henti-hentinya fenomena globalisasi selalu dijadikan titik awal dari permasalahan yang terjadi saat ini. Kapitalisme telah mengubah masyarakat satu persatu dan menjadi sistem internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia, dan secara tidak langsung juga nasib, sosial, politik dan kebudayaan. Dalam keadaan seperti ini, eksistensi kebudayaan nasional Indonesia sebagai identitas bangsa akan terancam keberadaannya. Apabila dibiarkan, kebudayaan nasional Indonesia sedikit demi sedikit akan tergerus sehingga akan memicu timbulnya krisis identitas nasional. Krisis identitas nasional akan menjadikan suatu bangsa tidak dapat berkembang secara kreatif dalam menghadapi derasnya arus globalisasi bahkan krisis tersebut dapat mengakibatkan kepunahan suatu bangsa.
Sejarah telah mencatat bahwa dari dahulu sampai sekarang kalangan elit mahasiswa selalu menjadi unsur penting dalam perkembangan pembangunan negeri. Tidak dapat dipungkiri bahwa estafet kepemimpinan negara Indonesia akan diteruskan oleh generasi muda yaitu generasi mahasiswa. Oleh karena itu, peran mahasiswa sangatlah diperlukan dalam mempertahankan eksistensi kebudayaan nasional sebagai identitas bangsa di era globalisasi ini.

1.2. Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud “Identitas Bangsa” atau “Identitas Nasional” ?
2.      Bagaimana pengertian dan kedudukan “Kebudayaan Nasional” sebagai unsur pembentukan Identitas Bangsa Indonesia ?
3.      Bagaimanakah pengaruh globalisasi terhadap eksistensi kebudayaan nasional Indonesia ?
4.      Bagaimanakah peran mahasiswa dalam rangka mempertahankan eksistensi kebudayaan nasional sebagai identitas bangsa di era globalisasi ini ? 


1.3. Tujuan Penulisan
Yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman lebih tentang identitas nasional serta mendeskripsikan peran yang diharapkan dari kalangan mahasiswa dalam mempertahankan eksistensi kebudayaan nasional sebagai identitas bangsa.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Identitas Nasional
            Menurut Kaelan (2007:07) Istilah “identitas nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Jadi Identitas nasional adalah sebuah kesatuan yang terikat dengan wilayah dan selalu memiliki wilayah (tanah tumpah darah mereka sendiri), kesamaan sejarah, sistem hukum/perundang-undangan, hak dan kewajiban serta pembagian kerja berdasarkan profesi.
            Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Identitas Nasional Indonesia meliputi segenap yang dimiliki bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain seperti kebudayaan, kondisi geografis, sumber kekayaan alam Indonesia, demografi atau kependudukan Indonesia, ideologi dan agama, politik negara, ekonomi, dan pertahanan keamanan.

2.2. Pengertian dan Kedudukan Kebudayaan Nasional sebagai Identitas Bangsa
Perjalanan panjang kemerdekaan Indonesia telah memberikan banyak pengalaman kepada warganegara tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Nation and character building sebagai dasar pembentukan kebudayaan nasional belum dilandasi oleh suatu strategi budaya yang nyata (padahal ini merupakan  konsekuensi dari dicetuskannya Proklamasi Kemerdekaan sebagai “de hoogste politieke beslissing” dan diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai hukum dasar negara). 
Di masa lalu, kebudayaan nasional Indonesia digambarkan sebagai “puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia”. Namun selanjutnya, kebudayaan nasional Indonesia juga dianggap sebagai nilai-nilai dan norma-norma nasional yang dipaketkan sebagai pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di antara seluruh rakyat Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah nilai-nilai yang menjaga kedaulatan negara dan integritas teritorial yang menyiratkan kecintaan dan kebanggaan terhadap tanah air, serta kelestariannya, nilai-nilai tentang kebersamaan, saling menghormati, saling mencintai dan saling menolong antar sesama warganegara, untuk bersama-sama menjaga kedaulatan dan martabat bangsa.
Pembentukan identitas dan karakter bangsa sebagai sarana bagi pembentukan pola pikir (mindset) dan sikap mental, memajukan adab dan kemampuan bangsa, merupakan kedudukan dan tugas utama kebudayaan nasional. Singkatnya, kebudayaan nasional adalah sarana bagi kita untuk memberikan jawaban atas pertanyaan: “Siapa kita (apa identitas kita)? Akan kita jadikan seperti apa bangsa kita? Watak bangsa semacam apa yang kita inginkan? Bagaimana kita harus mengukir wujud masa depan bangsa dan tanah air kita?”
Gagasan tentang kebudayaan nasional Indonesia yang menyangkut identitas sebagai satu bangsa sudah dirancang saat bangsa kita belum merdeka. Hampir dua dekade sesudah Boedi Oetomo, Perhimpunan Indonesia telah menanamkan kesadaran tentang identitas Indonesia dalam Manifesto Politiknya (1925), yang dikemukakan dalam tiga hakekat, yaitu: (1) kedaulatan rakyat, (2) kemandirian dan (3) persatuan Indonesia. Gagasan ini kemudian segera direspons dengan semangat tinggi oleh Sumpah Pemuda pada tahun 1928.
Kita tidak dapat pula mengingkari sifat pluralistik bangsa kita merupakan sebuah identitas sehingga perlu pula memberi tempat bagi berkembangnya kebudayaan sukubangsa dan kebudayaan agama yang dianut oleh warganegara Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan sukubangsa dan kebudayaan agama, bersama-sama dengan  pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara, mewarnai perilaku dan kegiatan kita. Berbagai kebudayaan itu berseiringan, saling melengkapi dan saling mengisi, tidak berdiri sendiri-sendiri, bahkan mampu untuk saling menyesuaikan (fleksibel)  dalam percaturan hidup sehari-hari.
Kelangsungan dan berkembangnya kebudayaan lokal perlu dijaga dan dihindarkan dari hambatan. Unsur-unsur budaya lokal yang bermanfaat bagi diri sendiri bahkan perlu dikembangkan lebih lanjut agar  dapat menjadi bagian dari kebudayaan bangsa, memperkaya unsur-unsur kebudayaan nasional. 
Oleh karena itu, kebudayaan nasional Indonesia adalah puncak dari kebudayaan-kebudayaan daerah yang unik, dan penuh kearifan serta merupakan bentuk dari nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang dianut masyarakat Indonesia. Kebudayaan nasional Indonesia yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945 merupakan ujung tombak pembentuk identitas bangsa Indonesia.

2.3. Peran Mahasiswa dalam Mempertahankan Kebudayaan Nasional sebagai
       Identitas Bangsa di era Globalisasi
Era globalisasi ditandai oleh adanya saling kebergantungan antarnegara. Hal ini menjadi suatu hal yang tidak bisa dihindari, sebagai konsekuensi dari semakin longgarnya batas negara. Dunia menjadi tanpa batas, yang ditandai semakin bebasnya arus informasi dan komunikasi menembus batas-batas teritorial negara, membawa pengaruh dalam berbagai bidang. Termasuk di dalamnya adalah pola kepribadian, gaya hidup, dan kesenian. Semakin lemah suatu negara maka akan semakin besar dia terpengaruh dan bergantung. Sikap pragmatis, individualis, materialis dan hedonis merupakan hal-hal yang terbawa juga dan berpengaruh pada masyarakat.
Semua pengaruh yang datang dari globalisasi akan masuk jika daya tahan sebuah bangsa itu rapuh. Nilai-nilai yang membentuk budaya selama bertahun-tahun akan tergerogoti oleh nilai-nilai luar karena tidak adanya komitmen kuat. Akhirnya, kebudayaan yang terbentuk melalui proses panjang, terus menerus dan dimulai dari kebiasaan-kebiasaan serta dari satuan-satuan kecil (individu, kelompok) sampai kepada satuan yang besar (suku, bangsa), akan hilang dan tergantikan oleh budaya luar secara pelan-pelan tapi pasti.
            Arus budaya global dengan segala plus dan minusnya, merupakan tantangan besar bagi penataan nilai-nilai budaya dan watak bangsa (nation and character building). Hal ini merupakan persoalan serius, jika tidak ingin kehilangan nilai-nilai dan budaya yang sudah terbentuk berabad-abad. Peningkatan daya tahan dan komitmen harus dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan holistik.
Kebudayaan bukan semata-mata kesenian. Kesenian hanyalah bagian sistem kebudayaan. Di dalamnya terdapat pengendapan tata nilai, penggalian, pelestarian dan pengembangan sehingga kebudayaan sebagai identitas nasional tetap eksis.
            Pendidikan sebagai pilar utama kehidupan bangsa ini tidak hanya dituntut untuk menghasilkan manusia-manusia cerdas dan siap berkompetisi secara global. Melahirkan generasi yang berkepribadian kuat, kepemimpinan yang tangguh serta merawat, mengembangkan dan mengawal identitas budaya nasional juga merupakan suatu keharusan. Apalagi di tengah-tengah gencarnya serbuan dan arus bandang budaya asing yang belum tentu sesuai dengan karakter bangsa serta kondisi bangsa yang sedang mengalami berbagai dekadensi akibat faktor internal maupun eksternal.
Diperlukan strategi budaya untuk menangkal dan memfilter produk budaya asing yang tidak sesuai. Penanaman nilai-nilai keindonesiaan melalui jalur pendidikan serta pelibatan masyarakat secara luas adalah salah satu solusinya. Penanaman kebanggaan terhadap kebudayaan daerah sebagai aset bangsa, sosialisasi dan saling tukar apresiasi produk-produk budaya etnik yang beraneka ragam, sangat penting untuk menumbuhkan kepemilikan dan kebersamaan.
Dengan demikian dibutuhkan kesadaran generasi muda Indonesia, khususnya para pelajar yang mengemban pendidikan. Disinilah tugas para mahasiswa sebagai insan pendidikan yang berintelektualitas tinggi. Para mahasiswa hendaknya berpandangan jauh ke depan terhadap permasalahan budaya nasional saat ini. Bagaimanakah peran yang diharapkan dari mahasiswa dalam mempertahankan kebudayaan nasional sebagai identitas bangsa di era globalisasi ini ?
Idealisme dan intelektualitas dari seorang mahsiswalah  yang di butuhkan untuk menjawab persoalan bagaimana mempertahankan eksistensi kebudayaan nasional di era gloabalisai ini. Jiwa kritis dan gagasan-gagasan yang berpijak pada ilmu dan pemikiran yang konstruktif di harapkan mampu menjadi langkah strategis dalam menjawab permasalahan ini. Dalam aplikasinya, peran mahasiswa dalam rangka mempertahankan eksistensi  kebudayaan nasional sebagai identitas bangsa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa unsur pembentuk kebudayaan nasional.
Pertama, membangun kebudayaan nasional Indonesia haruslah mengarah kepada  suatu strategi kebudayaan untuk dapat menjawab pertanyaan, “Akan kita jadikan seperti apa bangsa kita?” yang tentu jawabannya adalah “menjadi bangsa yang tangguh dan entrepreneurial, menjadi bangsa Indonesia dengan ciri-ciri nasional Indonesia, berfalsafah dasar Pancasila, bersemangat bebas-aktif mampu menjadi tuan di negeri sendiri, dan mampu berperanan penting dalam percaturan global dan dalam kesetaraan juga mampu menjaga perdamaian dunia”. Kalimat tersebut harus dipegang teguh oleh mahasiswa karena mahasiswa adalah iron stock dimana dengan ketangguhan idealismenya akan menjadi pengganti generasi-generasi sebelumnya.
Kedua, sebagai moral force dan pemeran utama dalam kontrol sosial masyarakat, mahasiswa dituntut untuk menjadi insan yang berkualitas dan teladan bagi masyarakat. Mahasiswa berkualitas adalah mahasiswa yang melengkapi dirinya dengan tiga faktor pendukung, yakni kemantapan intelektual, kematangan emosional, dan kesantunan dalam berperilaku. Hal ini menjadi beralasan karena mahasiswa adalah bagian dari masyarakat sebagai kaum terpelajar yang memiliki keberuntungan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi yang akan dijadikan sebagai model percontohan bagi masyarakat. Salah satu budaya berperilaku orang Indonesia yang sudah dikenal masyarakat dunia yaitu perangainya yang sopan, santun, murah senyum, dan ramah tamah, serta menghormati orang-orang yang lebih tua, dan kegiatan gotong royong yang sudah mendarah daging sejak zaman dahulu. Faktanya, ciri khas tersebut sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat terutama kegiatan gotong royong di kalangan masyarakat yang hidup di daerah perkotaan. Inilah yang menjadi tugas mahasiswa untuk menggerakkan kembali sifat-sifat masyarakat Indonesia yang sudah menjadi identitas bangsa. Selain mahasiswanya sendiri yang harus mencerminkan perilaku-perilaku tersebut, diperlukan juga program-program kemahasiswaan seperti KKN (Kuliah Kerja Nyata) ataupun kegiatan lainnya yang bersifat terjun ke masyarakat.
Ketiga, sebagai intelektual muda yang kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa, pada diri mereka harus bersemayam suatu kesadaran kultural sehingga keberlanjutan negara bangsa Indonesia dapat diperatahankan. Pembentukan kesadaran kultural mahasiswa antara lain dapat dilakukan dengan pengotimalan peran mereka dalam pelestarian seni dan budaya daerah sebagai identitas bangsa. Keterlibatan mereka dalam mempelajari dan mengikuti dunia seni dan budaya merupakan langkah konkrit dalam mempertahankan identitas bangsa seperti halnya keikutsertaan mahasiswa dalam UKM seni & budaya daerah.
Keempat, tidak dapat dibantah dan dipungkiri lagi bahwa setiap bangsa yang mampu menguasai IPTEK dan IT, pastilah bangsa tersebut memiliki peluang dan kesempatan besar untuk memajukan bangsanya. Logika ini semakin kuat memberi alasan mengapa mahasiswa perlu berupaya optimal untuk senantiasa belajar dan menekuni bidang IPTEK dan IT tersebut. Karena pada hakikatnya kita berada, hidup, tumbuh dan berkembang di dunia yang global dan dinamis. Sehingga penguasaan IPTEK dan IT sangat memungkinkan kita untuk memiliki imunitas dan daya kompetisi yang kokoh agar identitas bangsa Indonesia tidak dilindas zaman bahkan dijajah oleh bangsa-bangsa lain di muka bumi ini. Dalam kajian ilmu pengetahuan dan teknologi, peran mahasiswa dalam mempertahankan eksistensi kebudayaan nasional sebagai identitas bangsa sudah tersurat dengan jelas. Hasil pembelajaran dan pemikiran mahasiswa dalam kurun waktu beberapa tahun diharapkan mampu menjawab tantangan globalisasi dan mampu memenuhi kebutuhan serta mengatasi permasalahan masyarakat. Seorang mahasiswa keguruan diharapkan nantinya mampu menjadi guru profesional yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Seorang mahasiswa teknik diharapkan mampu menciptakan teknologi-teknologi terkini untuk menjawab tantangan global masyarakat Indonesia. Seorang mahasiswa pertanian diharapkan mampu menciptakan stabilitas pangan nasional dalam rangka keberlangsungan kehidupan masyarakat Indonesia. Beberapa gambaran tersebut mengindikasikan bahwa mahasiswa akan sangat berperan dalam menyokong berbagai segi kehidupan masyarakat demi terciptanya identitas bangsa yang kuat.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
            Dari pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Di era globalisasi ini, eksistensi kebudayaan nasional sebagai identitas bangsa Indonesia sedang terancam. Mahasiswa sebagai kalangan yang mempunyai posisi dan bekal strategis diharapkan mampu memberikan perannya untuk mempertahankan eksistensi kebudayaan nasional. Peran tersebut diterjemahkan dalam bentuk, mahasiswa sebagai aset kemajuan bangsa di masa depan, mahasiswa sebagai teladan masyarakat yang berkualitas, mahasiswa sebagai pelestari kebudayaan & kesenian daerah, serta mahasiswa sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis kemasyarakatan.

3.2. Saran
            Dengan diperolehnya gambaran mengenai peran mahasiswa dalam rangka mempertahankan eksistensi kebudayaan nasional sebagai identitas bangsa, maka penulis menyarankan agar mahasiswa Indonesia bukan hanya menjadi mahasiswa yang berjuang untuk memperbaiki kehidupan dirinya sendiri, tetapi mampu menjadi mahasiswa yang berjuang berlandaskan kepentingan bangsa sebagaimana kodrat mahasiswa itu sendiri yang lahir, tumbuh, dan berkembang atas integrasi fungsi kemasyarakatan.


Analisis Realitas Sosial


MK SOSIOLOGI UMUM                                                        Hari/Tanggal    : 17 September 2012
                                                                                                  Ruangan           : RK CCR 1.09
Nama Asisten
1.           Lulu Hanifah ( I34090056 )
2.           Agustin ( I34090024)
Nama Praktikan
Ari Fauzi Sabani ( F24120073 )

“DRUG TRAFFICKER” DARI CIANJUR
Resume :
Merika Franola alias Ola adalah salahsatu tersangka kasus narkotika yang divonis hukum mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Bersama kedua sepupunya, Ola telah berkali-kali mengekspor-impor narkotik. Meski tampak tegar, mereka mengaku sangat sedih dan kecewa atas putusan tersebut.
Dalam perjalanan hidupnya, Ola muda pernah melakoni profesi sebagai disc joker di beberapa diskotik di Indonesia. Profesi tersebut telah memberikan ia seorang anak hasil hubungan gelapnya dengan seorang laki-laki. Oktober 1997, Ola bertemu dengan Tony alias Tajudin pria asal Nigeria yang mengaku sebagai pebisnis pakaian jadi. Setelah pertemuan itu, hubungan mereka pun semakin intim sehingga ola pun hamil dan mereka memutuskan untuk menikah. Pada awal pernikahannya, kehidupan mereka sangat bahagia. Namun, lama kelamaan Ola mengaku bahwa sifat asli suaminya mulai muncul dan ia sering di siksa. Meskipun sering di siksa oleh Tony, Ola mengaku bahwa ia tetap mecintai suaminya.
Tak lama kemudian, Ola mulai mengetahui profesi asli suaminya yaitu sebagai pebisnis narkotika. Bisnis pakaian jadi hanya dijadikan sebagai kedok untuk memikat hati Ola. Nahasnya, Tony mengajak Ola untuk bergabung dalam bisnis sesat tersebut dan Ola pun mengiyakannya. Lama kelamaan, Ola mulai terbiasa dengan profesi barunya, bahkan posisinya dalam perdagangan tersebut semakin meningkat. Dia tak lagi sekedar kurir, tapi sudah menjadi drug trafficker atau pengatur lalu-lintas narkotik jenis heroin dan kokain.
Berawal dari kesulitan ekonomi yang dialami oleh Rani dan Andi, dua kerabat Ola tersebut meminta bantuan kepada Ola. Kejadian tersebut, membuat dua sepupu itu bergabung dalam bisnis sesat narkotika. Kiprah Ola dalam perdagangan narkotika pun semakin luas dan profesional. Namun, kiprahnya tersebut tidak bertahan lama, bersamaan dengan tewasnya Tony dalam baku tembak dengan polisi, Ola dan kedua sepupunya pun dibekuk ketika berada di bandara Soekarno-Hatta. Keterpaksaan yang diutarakan Ola pada saat penyelidikan tidak lantas membuat polisi percaya, “Yang namanya terpaksa itu tidak akan keterusan” tutur Alex.
Analisis :
·    Struktur Sosial :  Dalam artikel ini terdapat beberapa pola hubungan dan posisi sosial dalam masyarakat. Perkawinan antara Tony dan Ola, dan kekerabatan antara Ola dan kedua sepupunya merupakan bentuk pola hubungan sosial, serta posisi Asep Iwan Iriawans sebagai pimpinan majelis hakim di Pengadilan Negeri Tangerang, Alex Bambang sebagai Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Bandung merupakan bentuk posisi sosial. Selain itu, keterlibatan Ola dkk dalam perdagangan barang haram narkoba merupakan suatu tindakan yang menyalahi norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Beberpa hal tersebut menjadikan isi dari artikel ini termasuk kedalam Realitas Sosial.  
  Tindakan Sosial : Tindakan “mengekspor-impor” narkotik yang dilakukan oleh para “Drug Trafficker” Ola, Tony, dan kedua sepupunya merupakan suatu tindakan sosial yang didasarkan efektifitas pencapaian tujuan atau sering disebut Tindakan Rasional Instrumental. Tindakan mereka bermotifkan tujuan ekonomi dan memperlancar serta memperluas jaringan lalu lintas perdagangan narkotika.
 Integrasi Fungsional : Ketika Ola memberikan bantuan kepada dua kerabatnya dengan mengikutsertakan kedua orang tersebut kedalam sindikat “Drug Trafficker”, itulah yang menunjukan adanya suatu integrasi fungsional.
· Kekuasaan : Ajakan Tony kepada Ola untuk berpartisipasi dalam bisnis narkotik, telah membuat Ola menjadi seorang “Drug Trafficker” Profesional. Kasus tersebut mengindikasikan bahwa terdapat kekuasaan yang ditunjukan oleh Tony kepada Ola.
· Kebudayaan : Kesetiaan dan kepatuhan yang ditunjukan Ola sebagai istri kepada Tony sebagai suami merupakan bentuk nilai, meskipun konteks kepatuhannya salah.
·         Fakta sosial yang terdapat pada artikel ini dikategorikan berdasarkan aras mikro dan masalah sosial. Dalam artikel ini dijelaskan perihal interaksi yang terjadi antara Ola, Tony, kedua sepupunya dan pihak berwenang. Selain itu, topik tentang masalah sosial dalam hal ini perdagangan narkoba merupakan isu dominan yang diangkat dalam artikel ini.
·         Pendekatan fakta sosial dalam artikel ini bersifat subjektif, dimana fakta sosial ditafsirkan berdasarkan penjelasan/sudut pandang orang yang terlibat dalam realitas sosial artikel ini. Penuturan Ola, penuturan kedua sepupunya, dan penuturan polisi merupakan unsur pembentuk realitas dan fakta sosial dalam artikel ini. 


“OMDA, SANG PENOLONG TANPA PAMRIH”


oleh : Ari Fauzi Sabani
 
Sebuah pepatah mengatakan “Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina”. Mungkin sepenggal kalimat itulah yang menjadi sebuah motivasi besar bagi mahasiswa baru Institut Pertanian Bogor angkatan 49 untuk merelekan peluh keringatnya menetes selama kurang lebih 4 tahun di kota hujan ini. Putra-Putri terbaik bangsa dari Sabang sampai Merauke yang telah terpilih melalui serangkaian tes yang tak mudah ini tersebar dalam 9 fakultas. Tahap TPB (red: Tingkat Persiapan Bersama) merupakan tahap yang harus dijalani oleh mahasiswa tahun pertama Institut Pertanian Bogor,  tahap ini menuntut penyesuaian diri mahasiswa terhadap lingkungan dan atmosfer perkuliahan yang jelas baru dan berbeda. “Dimana dibutuhkan penyesuaian, disitulah omda dibutuhkan,” ujar Imam Perdana Putra mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan angkatan 49, Rabu (5/9). Omda (red: Organisasi Mahasiswa Daerah) akan menjadi suatu hal yang asing bagi mahasiswa baru ketika pertama kali menginjakan kaki di IPB. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu geliat positif omda mulai dirasakan manfaatnya terutama oleh mahasiswa baru yang berasal dari daerah luar Jabodetabek. Omda sendiri terbentuk atas kesadaran mahasiswa masing-masing daerah untuk berbagai kepentingan.

“Dari mulai membantu registrasi, memberi pinjam buku-buku referensi, dan mudik bareng merupakan bentuk keuntungan yang telah saya rasakan di omda Minang,” tutur Niko Kamal Silvikultur 49, Rabu (5/9).

Langkah konkrit omda dalam membantu proses adaptasi mahasiswa baru secara tidak langsung telah mensponsori program-program penyesuaian untuk mahasiswa baru yang diselenggarakan pihak Universitas seperti program asrama, TPB dan lain sebagainya. Beberapa omda yang ada di Institut Pertanian Bogor diantaranya IPMM (Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang), PMGC (Persatuan Mahasiswa Galuh Ciamis), HIMALAYA (Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya), J.CO (Jakarta Community), KMB (Komunitas Mahasiswa Banten), HIMAGA (Himpunan Mahasiswa Garut) dan masih banyak lagi. Selain itu juga, beberapa omda mempunyai program-program inisiatif dan inovatif dalam rangka mensosialisasikan Institut Pertanian Bogor kepada pelajar SMA di masing-masing daerah yang dinaunginya. “Bulan februari kemarin omda HIMALAYA mengadakan Try Out SNMPTN dan sosialisasi ke beberapa SMA di Tasikmalaya, program tersebut dilaksanakan guna mensosialisasikan IPB lebih dalam kepada pelajar SMA di Tasikmalaya”  ujar Ashri Repa selaku anggota omda Tasikmalaya angkatan 48.

Tak bisa dipungkiri bahwa organisasi mahasiswa daerah telah memberikan dampak positif terhadap pengembangan dan kemajuan Institut Pertanian Bogor, meskipun omda bukan UKM ataupun organisasi yang mendapatkan suntikan secara materil dari pihak Universitas. 

“Omda adalah organisasi tanpa pamrih” tutur Niko Kamal.